Teori Kehidupan
Terkadang masing-masing orang mempunyai dan menemukan teori sendiri dalam kehidupan, tetapi tidak semua teori orang diterima oleh orang lain. Teori seseorang tidak bisa diterima oleh orang lain biasanya karena tidak dapat memberikan penjelasan secara ilmiah.
Salah satu contoh teori yang saya yakini sendiri dan disetujui oleh teman-teman dekat saya adalah “ketika kita tidak bergadang pada malam hari tetapi terasa ngantuk sering sekali disebabkan karena belum buang air besar”. Teori saya ini sudah mendapat dukungan dari teman-teman saya yang pernah mengalaminya. Tentunya belum tentu benar pendapat saya ini.
Contoh teori lain teori teman saya “kalau kita tidak bisa buang air besar pada pagi hari perlu dicoba dipancing dengan makan, setelah makan biasanya malah kepingin buang air besar”, sekali lagi teori ini belum tentu benar, tetapi saya hari ini mempraktekkannya dan benar. Hari ini saya harus bepergian jauh di bus, tentunya lebih baik buang air besar dulu daripada kerasa pingin buang air besar ketika kita di bus, untunglah saya inget teori teman saya ini.
Menurut saya beberapa alasan kenapa sebuah teori tidak bisa diterima oleh orang kebanyakan di antaranya:
- karena teorinya tidak didukung oleh fakta ilmiah, atau teorinya tidak merupakan teori ilmiah. “Padahal yang dikenal teori ilmiah itu sendiri lahir juga belum lama ya…? apakah berarti teori-teori orang jaman dulu akan kita klaim sebagai teori yang salah?”
- karena tidak disampaikan oleh orang yang dikenal bisa berteori. Sehingga terkadang walau teori yang tidak masuk akal pun akan dikatakan benar jika yang menyampaikannya seseorang yang memang dikenal pandai berteori, Contoh radikal mengenai ini adalah teori manusia berasal dari kera, teori ini tidak mungkin akan mendapatkan klaim kebenaran oleh orang islam atau kristiani. Tetapi teori dari Darwin ini terus saja dibahas di sekolah-sekolah. Tentu saja teori ini juga belum tentu benar, sehingga sama kedudukannya dengan teori saya yang menyatakan ngantuk karena belum buang air besar, persamaannya adalah pada “belum tentu benar”.
Sehingga saya mengatakan dengan ngawur juga bahwa “kebenaran itu subjektif” sesuatu dikatakan benar menurut perspektif orang yang mengatakan.